Sabtu, 01 Oktober 2016

HUJAN dan KELOPAK MATAKU YANG BASAH

“Menulis adalah suatu cara untuk bicara, suatu cara untuk berkata, suatu cara untuk menyapa—suatu cara untuk menyentuh seseorang yang lain entah di mana. 
Cara itulah yang bermacam-macam dan di sanalah harga kreativitas ditimbang-timbang.” ― 
Seno Gumira Ajidarma, Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara.

Dear Notes,Lama tak menyapa dalam kata,menyapamu selayaknya menyapa dia,menyapa hidupku sendiri.
Entah kenapa,semangat itu menghilang,sisi keindahan dari kata kata yang biasanya mengalir indah di sepinya hariku tak lagi bisa kuuntai.
Mati rasa kah?
Entah,..
Aku mencoba menghindar dari puisi puisi,mencoba menjauh dari romantisme hidup,namun pasa akhirnya aku kalah.Pada akhirnya,hanya dengan kata jaring ruwet yang melilit isi kepalaku menjadi jelas arah urainya.
Dan Hujan senja inilah pengantar terbaik memulai kebiasaan lama yang menenangkan.
Padatnya Rutinitas tak lantas mematikan sisi keindahan diri,.. 


AKU dan HUJAN,
Pada rinai senja yang menyapa rerumputan,
Aku memilih bungkam atas ketidakjelasan yang menyata diantara kita
Seperti surya yang malu malu muncul,
Akupun enggan bergerak dari teduh jiwaku yang sedang kunikmati..
Kesendirian ini tak bisa dimengerti olehmu,dia,pun mereka
Aku hidup dalam pilihanku,.

Musim hujan tiba dan tanpa sadar kelopak mataku basah saat tubuhku ringkuh diguyur derasnya hujan,
Tak jelas sebabnya,entahhhh
Yang kutau,hujan senantiasa mengingatkan luka..
Tapi tidak dengan kali ini,.
Lapang hatiku tlah bisa kunikmati,
Udaraa begitu bersahabat memeluk akrab,
Aroma tanah basah menguapkan sisa sisa amarah yang pernah ada.

Mataku basah karena aku sudah bebas,
Merasa Allah sungguh adil atas setiap balasan yang kusaksikan sendiri,
Tak ada yang abadi,
Begitupun luka juga suka...
Taukah kamu,aku sudah sangat kuat
Perjalanan telah membasuh luka demi duka,.
Merengkuh tubuhku dari keterpurukan,.
Kuatku tak bisa kau sanggah,.
Kumohon jangan datang lagi dalam kata ataupun angin,.

 
 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar